Tenunan Sumatera Utara (Ulos,songket,dan topi Batak)
By
Iqbal Nugraha
—
Sunday, August 7, 2016
—
1 Comment
Ulos adalah kain tenun khas Batak
berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan
persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong,
Ulos pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah
pada batangnya maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Secara harfiah, ulos berarti selimut
yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut
kepercayaan leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada
manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut
ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Dahulu nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia
gunung, demikian sebutan yang disematkan sejarah pada mereka. Hal ini
disebabkan kebiasaan mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan. Dengan
mendiami dataran tinggi berarti mereka harus siap berperang melawan dinginnya
cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos bermula.
Pada awalnya nenek moyang mereka
mengandalkan sinar matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah
kecil timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari tidak bisa diperintah
sesuai dengan keinginan manusia. Pada siang hari awan dan mendung sering kali
bersikap tidak bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin
menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis
digunakan waktu tidur karena resikonya tinggi. Al hajatu ummul ikhtira'at,
karena dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya nenek moyang mereka
berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos
sebagai produk budaya asli suku Batak.
Tentunya ulos tidak langsung menjadi
sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga
telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum
akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda
dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut
atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan
kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang
sangat artistik.
Setelah mulai dikenal, ulos makin
digemari karena praktis. Tidak seperti matahari yang terkadang menyengat dan
terkadang bersembunyi, tidak juga seperti api yang bisa menimbulkan bencana,
ulos bisa dibawa kemana-mana. Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena
bisa juga dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik.
Ulos lalu memiliki arti lebih penting ketika ia mulai dipakai oleh tetua-tetua
adat dan para pemimpin kampung dalam pertemuan-pertemuan adat resmi. Ditambah
lagi dengan kebiasaan para leluhur suku Batak yang selalu memilih ulos untuk
dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik
untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. ulos menjadi
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak.
Songket harus
melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun
secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa
motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan setempat. Motif ini
seringkali juga dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti serikaya, wajik,
dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran raja.
ULOS
Ulos, kain tenun tradisional suku
Batak Toba yang kerap dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Toba oleh
wisatawan. Ulos memiliki nilai budaya disetiap siklus kehidupan suku Batak
sehingga jenis dan fungsi ulos berbeda-beda. Ulos banyak digunakan baik di
kehidupan sehari-hari dan juga disetiap ritual/upacara Batak entah itu suka
ataupun duka. Sejarah ulos dimulai ketika peradaban kebudayaan Batak muncul
sebagai bentuk penghargaan siklus kehidupan.
1.
Ulos
Antak-Antak
Ulos ini dipakai sebagai selendang
orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga
dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).
2.
Ulos
Bintang Maratur
Ulos ini merupakan Ulos diberikan kepada
anak yang memasuki rumah baru. Secara khusus di daerah Toba Ulos ini diberikan
waktu acara selamatan Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada
anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai
Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu
di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan
untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat babtisan di gereja dan juga bisa di
pakai sebagai selendang.
3.
Ulos
Bolean
Ulos ini biasanya di pakai sebagai
selendang pada acara-acara kedukaan.
4.
Ulos
Mangiring
Ulos
Manggiring adalah kain ulos yang diberikan seseorang kepada anak pertama yang
baru lahir. Ulos ini memberi makna agar anak tersebut kelak dapat membimbing
adik-adiknya sesuai dengan harapan dan tradisi Batak.
5. Ulos
Padang Ursa
Ulos
Batak ini dapat digunakan sebagai selendang atau pengikat, biasanya suku Batak
menggunakannya juga sebagai parompa (kain gendongan).
6. Ulos
Pinan Lobu-Lobu
Ulos
Pinan Lobu-Lobu kerap dipakai oleh suku Batak sebagai sebagai selendang,
fungsinya sebagai nilai estetika menjadi sebab mengapa designer kerap
menggunakannya sebagai bahan mode dari ulos.
7.
Ulos
Pinuncaan
Ulos ini terdiri dari lima bagian
yang ditenun secara terpisah yang kemudian di satukan dengan rapi hingga
menjadi bentuk satu Ulos. Kegunaannya antara lain:
§
Dipakai
dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara
adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh Raja-raja Adat.
§
Dipakai
oleh Rakyat Biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta
perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan
rumah).
§
Kemudian
pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan
hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain/hohophohop oleh keluarga
hasuhuton (tuan rumah).
Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos
Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua
pengantin perempuan (Hulahula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak
laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara
dekat.
8.
Ulos
Ragi Hotang
Ulos ini di berikan kepada sepasang
pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos
Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan
telah menyetujui putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang
telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai
dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki
tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi
harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa
untuk kegiatan-kegiatan adat.
9.
Ulos
Ragi Huting
Ulos ini sekarang sudah Jarang di
pakai, konon pada zaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan
(gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang
dililitkan di dada (Hobahoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah
seorang putri (gadis perawan) batak Toba yang ber-adat.
10. Ulos Sibolang Rasa Pamontari
Ulos ini di pakai untuk keperluan
duka dan suka cita, tetapi pada zaman sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan
sebagai simbol duka cita, yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang
meninggal tapi belum punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk
Janda dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri
dan kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada peristiwa
duka cita Ulos ini di pergunakan maka hal itu menunjukkan bahwa yang
bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang meninggal.
11. Ulos
Simpar
Ulos Simpar digunakan sebagai
selendang di upacara-upacara adat baik saat manortor maupun menghadiri pesta.
12. Ulos
Sibunga Umbasang
Sama
halnya dengan Ulos Simpar, ulos ini juga digunakan sebagai selendang
13. Ulos Sitolu Tuho
Ulos ini difungsikan atau di pakai
sebagai ikat kepala atau selendang oleh perempuan Batak
14. Ulos Suri-suri Ganjang
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande
(selendang) pada waktu margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga
di pergunakan oleh pihak Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei
(memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga
Ulos gabegabe (berkat).
15. Ulos Simarinjam sisi
Dipakai dan di fungsikan sebagai
kain, dan juga di lengkapi dengan Ulos Pinunca yang di sandang dengan
perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai
ulos ini adalah satu orang yang berada paling depan.
16. Ulos
Ragi Pakko
Ulos
Ragi Pakko, fungsinya digunakan sebagai selimut dan juga barang bawaan sebagai
pengantar yang dibawa oleh pengantin wanita.
17. Ulos
Ragi Harangan
Ulos
Ragi Harangan memiliki fungsi yang sama dengan Ulos Ragi Pakko yakni sebagai
batang hantaran dan juga selimut
18. Ulos Tumtuman
Dipakai sebagai talitali yang
bermotif dan di pakai oleh anak yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah
anak pertama dari hasuhutan (tuan rumah).
19. Ulos Tutur-Tutur
Ulos
Tur Tur diberikan oleh seorang kakek/nenek (oppung) kepada cucunya sebagai
parompa.
Topi
khas batak berfungsi sebagai pelengkap pada baju ada khas Sumatera Utara
SONGKET
SUMATERA UTARA
Songket Sumatera Utara
berfungsi sebagai pakaian pengantin, pakain penari tradisional, pakaian semasa
menghadiri majelis resmi, dan hiasan pada jubah konvesyen.
1. Songket Batubara
Songket Batubara memiliki berbagai kombinasi warna cerah yang menarik, seperti biru, merah,
hijau, orany, ungu dll, lebih ringan dibandingkan ulos. Kini para pengrajin
songket Batubara banyak menerima pesanan dari mancanegara, terutama Malaysia,
Brunei dan Singapura. Daya tarik kain songkei ini dari uniknya corak, warna dan
bahan kainnya. Kerajinan ini sudah diwarisi turun temurun dari orang tua
mereka.
Songket Batubara mempunyai kualitas kain yang bagus karena
menggunakan benang-benang pilihan seperti
sutera, polyester, emas dan perak.
Kain songket Batubara memiliki
variasi motif seperti Pucuk Rebung,
Bunga Manggis, Bunga Cempaka, Pucuk Caul, Tolak Betikam, hingga Naga Berjuang.
Keunggulan dari songket ini ringan dan tidak luntur sehingga lebih nyaman untuk
dipakai.
ULOS
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau tekstil sehari-hari itu dijadikan medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu) dari mertua kepada menantu/anak perempuan, kakek/ nenek kepada cucu, paman (tulang) kepada bere, raja kepada rakyat. Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati ini menyampaikan kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona) untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol kehangatan ini bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi simbol kehangatan adalah: matahari dan api.
Bagi nenek-moyang Batak yang pra-Kristen selain ulos itu yang tak kalah penting juga kata-kata (berkat atau pesan) yang ingin disampaikan melalui medium ulos itu. Kita juga mencatat secara kreatif nenek-moyang Batak juga menciptakan istilah ulos na so ra buruk (ulos yang tidak bisa lapuk), yaitu tanah atau sawah. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya. Selain itu juga dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang fungsinya dianggap sama dengan ulos. Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2 meter dengan lebar 70 cm (biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah kolong rumah.
Sebagaimana kebiasaan jaman dahulu mungkin saja para penenun pra-Kristen memiliki ketentuan khusus menenun yang terkait dengan kepercayaan lama mereka. Itu tidak mengherankan kita, sebab bukan cuma menenun yang terkait dengan agama asli Batak, namun seluruh even atau kegiatan hidup Batak pada jaman itu. (Yaitu: membangun rumah, membuat perahu, menanam padi, berdagang, memungut rotan, atau mengambil nira). Mengapa? Karena memang mereka pada waktu itu belum mengenal Kristus! Sesudah nenek moyang kita mengenal Kristus, mereka tentu melakukan segala aktivitas itu sesuai dengan iman Kristennya, termasuk menenun ulos!
SONGKET
a) Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga mawar pada kain songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b) Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c) Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan sopan santun, keanggungan dan kesucian. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.
d) Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun.
wowowowowow
ReplyDelete