Tenunan Sumatera Utara (Ulos,songket,dan topi Batak)



SEJARAH

ULOS
Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya maka ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama.
Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan tubuh dan melindunginya dari terpaan udara dingin. Menurut kepercayaan leluhur suku Batak ada tiga sumber yang memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari.
Dahulu nenek moyang suku Batak adalah manusia-manusia gunung, demikian sebutan yang disematkan sejarah pada mereka. Hal ini disebabkan kebiasaan mereka tinggal dan berladang di kawasan pegunungan. Dengan mendiami dataran tinggi berarti mereka harus siap berperang melawan dinginnya cuaca yang menusuk tulang. Dari sinilah sejarah ulos bermula.
Pada awalnya nenek moyang mereka mengandalkan sinar matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Masalah kecil timbul ketika mereka menyadari bahwa matahari tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan manusia. Pada siang hari awan dan mendung sering kali bersikap tidak bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur karena resikonya tinggi. Al hajatu ummul ikhtira'at, karena dipaksa oleh kebutuhan yang mendesak akhirnya nenek moyang mereka berpikir keras mencari alternatif lain yang lebih praktis. Maka lahirlah ulos sebagai produk budaya asli suku Batak.
Tentunya ulos tidak langsung menjadi sakral di masa-masa awal kemunculannya. Sesuai dengan hukum alam ulos juga telah melalui proses yang cukup panjang yang memakan waktu cukup lama, sebelum akhirnya menjadi salah satu simbol adat suku Batak seperti sekarang. Berbeda dengan ulos yang disakralkan yang kita kenal, dulu ulos malah dijadikan selimut atau alas tidur oleh nenek moyang suku Batak. Tetapi ulos yang mereka gunakan kualitasnya jauh lebih tinggi, lebih tebal, lebih lembut dan dengan motif yang sangat artistik.
Setelah mulai dikenal, ulos makin digemari karena praktis. Tidak seperti matahari yang terkadang menyengat dan terkadang bersembunyi, tidak juga seperti api yang bisa menimbulkan bencana, ulos bisa dibawa kemana-mana. Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena bisa juga dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik. Ulos lalu memiliki arti lebih penting ketika ia mulai dipakai oleh tetua-tetua adat dan para pemimpin kampung dalam pertemuan-pertemuan adat resmi. Ditambah lagi dengan kebiasaan para leluhur suku Batak yang selalu memilih ulos untuk dijadikan hadiah atau pemberian kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Kini ulos memiliki fungsi simbolik untuk berbagai hal dalam segala aspek kehidupan orang Batak. ulos menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan adat suku Batak.


SONGKET
Songket adalah enis kain tenunan tradisional Melayu dan Minangkabau. Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia, yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya; mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas. Selain itu, menurut sementara orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka, songkok khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang emas dimulai. Istilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’. Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala.Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan Kesultanan Melayu. Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. Beberapa kain songket tradisional Sumatra memiliki pola yang mengandung makna tertentu.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa motif-motifnya pun dipolakan dengan hewan dan tumbuhan setempat. Motif ini seringkali juga dinamai dengan nama kue khas Melayu seperti serikaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan penganan kegemaran raja.


FUNGSI

          ULOS
Ulos, kain tenun tradisional suku Batak Toba yang kerap dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Toba oleh wisatawan. Ulos memiliki nilai budaya disetiap siklus kehidupan suku Batak sehingga jenis dan fungsi ulos berbeda-beda. Ulos banyak digunakan baik di kehidupan sehari-hari dan juga disetiap ritual/upacara Batak entah itu suka ataupun duka. Sejarah ulos dimulai ketika peradaban kebudayaan Batak muncul sebagai bentuk penghargaan siklus kehidupan.

   1.    Ulos Antak-Antak
Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari).

   2.    Ulos Bintang Maratur
Ulos ini merupakan Ulos diberikan kepada anak yang memasuki rumah baru. Secara khusus di daerah Toba Ulos ini diberikan waktu acara selamatan Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh pihak hulahula kepada anaknya. Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat babtisan di gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.

   3.    Ulos Bolean
Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.

   4.    Ulos Mangiring
Ulos Manggiring adalah kain ulos yang diberikan seseorang kepada anak pertama yang baru lahir. Ulos ini memberi makna agar anak tersebut kelak dapat membimbing adik-adiknya sesuai dengan harapan dan tradisi Batak.

   5.    Ulos Padang Ursa
Ulos Batak ini dapat digunakan sebagai selendang atau pengikat, biasanya suku Batak menggunakannya juga sebagai parompa (kain gendongan).

   6.    Ulos Pinan Lobu-Lobu
Ulos Pinan Lobu-Lobu kerap dipakai oleh suku Batak sebagai sebagai selendang, fungsinya sebagai nilai estetika menjadi sebab mengapa designer kerap menggunakannya sebagai bahan mode dari ulos.

   7.    Ulos Pinuncaan
Ulos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos. Kegunaannya antara lain:
§  Dipakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh Raja-raja Adat.
§  Dipakai oleh Rakyat Biasa selama memenuhi beberapa pedoman misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
§  Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran (kelompok istri dari golongan hulahula), ulos ini juga di pakai/dililit sebagai kain/hohophohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos Passamot pada acara Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua pengantin perempuan (Hulahula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak laki-laki (pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara dekat.

   8.    Ulos Ragi Hotang
Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di sertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.

   9.    Ulos Ragi Huting
Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada zaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (Hobahoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) batak Toba yang ber-adat.

   10. Ulos Sibolang Rasa Pamontari
Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada zaman sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita, yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada peristiwa duka cita Ulos ini di pergunakan maka hal itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang meninggal.

   11. Ulos Simpar
Ulos Simpar digunakan sebagai selendang di upacara-upacara adat baik saat manortor maupun menghadiri pesta.

   12. Ulos Sibunga Umbasang
Sama halnya dengan Ulos Simpar, ulos ini juga digunakan sebagai selendang

   13. Ulos Sitolu Tuho
Ulos ini difungsikan atau di pakai sebagai ikat kepala atau selendang oleh perempuan Batak

   14. Ulos Suri-suri Ganjang
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan oleh pihak Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos gabegabe (berkat).

   15. Ulos Simarinjam sisi
Dipakai dan di fungsikan sebagai kain, dan juga di lengkapi dengan Ulos Pinunca yang di sandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai ulos ini adalah satu orang yang berada paling depan.

   16. Ulos Ragi Pakko
Ulos Ragi Pakko, fungsinya digunakan sebagai selimut dan juga barang bawaan sebagai pengantar yang dibawa oleh pengantin wanita.

   17. Ulos Ragi Harangan
Ulos Ragi Harangan memiliki fungsi yang sama dengan Ulos Ragi Pakko yakni sebagai batang hantaran dan juga selimut

   18. Ulos Tumtuman
Dipakai sebagai talitali yang bermotif dan di pakai oleh anak yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan (tuan rumah).

   19. Ulos Tutur-Tutur
Ulos Tur Tur diberikan oleh seorang kakek/nenek (oppung) kepada cucunya sebagai parompa.



TOPI KHAS BATAK
Topi khas batak berfungsi sebagai pelengkap pada baju ada khas Sumatera Utara


   
        SONGKET SUMATERA UTARA


Songket Sumatera Utara berfungsi sebagai pakaian pengantin, pakain penari tradisional, pakaian semasa menghadiri majelis resmi, dan hiasan pada jubah konvesyen.
1.    Songket Batubara




Songket Batubara  memiliki berbagai kombinasi warna  cerah yang menarik, seperti biru, merah, hijau, orany, ungu dll, lebih ringan dibandingkan ulos. Kini para pengrajin songket Batubara banyak menerima pesanan dari mancanegara, terutama Malaysia, Brunei dan Singapura. Daya tarik kain songkei ini dari uniknya corak, warna dan bahan kainnya. Kerajinan ini sudah diwarisi turun temurun dari orang tua mereka.



Songket Batubara  mempunyai kualitas kain yang bagus karena menggunakan benang-benang pilihan seperti  sutera, polyester, emas dan perak.   Kain songket Batubara  memiliki variasi motif  seperti Pucuk Rebung, Bunga Manggis, Bunga Cempaka, Pucuk Caul, Tolak Betikam, hingga Naga Berjuang. Keunggulan dari songket ini ringan dan tidak luntur sehingga lebih nyaman untuk dipakai.



    ULOS
Secara spesifik pada masa pra-kekeristenan ulos atau tekstil sehari-hari itu dijadikan medium (perantara) pemberian berkat (pasu-pasu) dari mertua kepada menantu/anak perempuan, kakek/ nenek kepada cucu, paman (tulang) kepada bere, raja kepada rakyat. Sambil menyampaikan ulos pihak yang dihormati ini menyampaikan kata-kata berupa berkat (umpasa) dan pesan (tona) untuk menghangatkan jiwa si penerima. Ulos sebagai simbol kehangatan ini bermakna sangat kuat, mengingat kondisi Tanah Batak yang dingin. Dua lagi simbol kehangatan adalah: matahari dan api.
Bagi nenek-moyang Batak yang pra-Kristen selain ulos itu yang tak kalah penting juga kata-kata (berkat atau pesan) yang ingin disampaikan melalui medium ulos itu. Kita juga mencatat secara kreatif nenek-moyang Batak juga menciptakan istilah ulos na so ra buruk (ulos yang tidak bisa lapuk), yaitu tanah atau sawah. Pada keadaan tertentu hula-hula dapat juga memberi sebidang tanah atau ulos yang tidak dapat lapuk itu kepada borunya. Selain itu juga dikenal istilah ulos na tinonun sadari (ulos yang ditenun dalam sehari) yaitu uang yang fungsinya dianggap sama dengan ulos. Ulos yang panjangnya bisa mencapai kurang lebih 2 meter dengan lebar 70 cm (biasanya disambung agar dapat dipergunakan untuk melilit tubuh) ditenun dengan tangan. Waktu menenunnya bisa berminggu-minggu atau berbulan-bulan tergantung tingkat kerumitan motif. Biasanya para perempuan menenun ulos itu di bawah kolong rumah.
Sebagaimana kebiasaan jaman dahulu mungkin saja para penenun pra-Kristen memiliki ketentuan khusus menenun yang terkait dengan kepercayaan lama mereka. Itu tidak mengherankan kita, sebab bukan cuma menenun yang terkait dengan agama asli Batak, namun seluruh even atau kegiatan hidup Batak pada jaman itu. (Yaitu: membangun rumah, membuat perahu, menanam padi, berdagang, memungut rotan, atau mengambil nira). Mengapa? Karena memang mereka pada waktu itu belum mengenal Kristus! Sesudah nenek moyang kita mengenal Kristus, mereka tentu melakukan segala aktivitas itu sesuai dengan iman Kristennya, termasuk menenun ulos!
         
          SONGKET
a)    Motif bunga mawar dalam desain kain songket memiliki arti perlambangan sebagai penawar malapetaka. Jenis kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongannya. Motif bunga mawar pada kain songket digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b)   Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai lambang ucapan selamat datang kepada siapa saja. Kain songket yang mempunyai motif bunga tanjung biasa digunakan oleh nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c)    Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan sopan santun, keanggungan dan kesucian. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadis-gadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan kesucian.
d)    Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik sebab bambu merupakan pohon yang tidak mudah rebah oleh tiupan angin kencang sekalipun.


Cara Memperagakan atau Menggunakan Ulos











1 Response to "Tenunan Sumatera Utara (Ulos,songket,dan topi Batak)"